Langsung ke konten utama

Guru SMPN 23 Senopi Kompak Pakai Masker



Kegiatan Belajar dan Pembelajaran (KBM) di SMPN 23 Senopi kabupaten Tambrauw, Papua Barat tetap terlaksana sebagaimana biasanya. Tatap muka dengan siswa/i dilaksanakan secara full time setiap pekan.  

Meskipun sekolah ini terletak di daerah tergolong zona hijau, namun para guru dan dan siswa/i tetap acuh pada protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah setempat. 

Selama sepekan, kegiatan KBM dilaksanakan per kelas. Hal ini untuk mengantisipasi resiko penyebaran Covid-19 yang sudah mendunia. Mengingat letak sekolah ini persis tak jauh dari jalan umum trans Papua Barat, para guru terus mewanti-wanti siswanya untuk mengurangi sosialisasi diri dengan penduduk yang terus hilir mudik ke kota.  Akses ke kota Manokwari, ibu kota Provinsi Papua Barat yang cukup lancar dengan menghabiskan waktu 3 hingga 4 jam membuat warga masyarakat yang tinggal di sekitar lembaga pendidikan ini mudah terjangkau guna mengakses kebutuhan ekonomi.

Di sela-sela kunjungan tim Dinas Pendidikan kabupaten Tambrauw, minggu awal pelaksanaan KBM setelah mengalami libur panjang akibat pandemi Covid-19, mengingatkan para guru agar tetap melaksanakan tugas dan pengabdiannya. "Yang penting para guru tetap memperhatikan panduan protokol kesehatan", ujar Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tambrauw, Agustinus Lawelerisa saat pertemuan singkat dengan guru SMPN 23 Senopi.

Terkait bantuan untuk menekan dampak penyebaran covid-19, selain dari Dinas Pendidikan setempat juga dari Distrik yang notabenenya dari luar kabupaten Tambrauw. 

Mengonfirmasi terkait bantuan ini, guru SMPN 23 Senopi, Theresyanti Ateta mengatakan oknum yang enggan menyebutkan jati dirinya juga turut campur tangan bantuan masker ke SMPN 23 Senopi.

"Ya ada salah satu Distrik dari Manokwari yang menyumbangkan masker ke SMPN 23 Senopi", pungkas Ateta melalui pesan tertulis.

Dengan kostum kekhasannya, para guru SMPN 23 Senopi mengenakan masker

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Etika Budaya Kita Orang Manggarai, Pelan-Pelan Memudar?

Orangtua kita zaman dulu sangat menghargai nilai-nilai budaya yang diwariskan para leluhur. Maksudnya, nilai-nilai budaya yang dicakupi budaya itu sendiri. Budaya dari berbagai dimensinya. Di sini kita menyoroti etika yang mana di dalamnya berbicara tentang nilai moral. Berbicara tentang etika mengarahkan pikiran kita kepada sesuatu yang menjadi kelaziman bagi orang Manggarai. Misalnya, etika ‘ reis ’ alias budaya menyapa orang. Etika memanggil ‘Ite’ untuk orang yang lebih dituakan/sebutan bagi orang ‘yang’terhormat. Menyebut ‘Kraeng’ n Dalu untuk profesi seseorang. Masih banyak nila-nilai etika yang lainnya. Kearifan tersebut tampaknya kian tersayat zaman. Entah kenapa? Orang bilang ‘mungkin karena perkembangan zaman sehingga nilai-nilai kultur itu semakin tenggelam! Mungkin ini benar juga, tapi di satu sisi tergantung dari kita sendiri bagaimana mempertahankan keasliannya. Resiko abad postmodernisme demikian. Dunia semakin maju menuju budaya modern, sehingga budaya as

Penyulam Benang Dari Timor Hingga Papua

Mama Ros sedang fokus memintal benang menjadi kain selendang bermotif Insana ketika masih di Papua Tangannya yang lincah dan gesit di atas alat pemintal klasik tradisional menunjukkan ciri khasnya sebagai penenun handal. Hari-harinya yang begitu padat dengan rutinitas tenun terkadang membuatnya lupa mengurus makan siang. Tanpa disadari pula matahari sudah tenggelam di balik dinding bumi bagian barat.  Itulah gambaran mama Rosina Eno, yang biasa dipanggil mama Ros. Hari-harinya terus berjibaku dengan aktivitas pintal-memintal dengan warna-warni benang hingga menghasilkan kain berbentuk selendang. Dengan gerakan dan kelincahan jemarinya di atas alat tenun dapat menghasilkan selembaran kain selendang dalam sehari. Tidak hanya itu, tapi didukung pula dengan ketekunan dan ketelitian tingkat tinggi membuat hasil lebih sempurna. "Kain Selendang bermotif Insana dari berbagai versi bisa dibuat, asalkan ada benang. Motif apa saja saya bisa buat, intinya ada benang untuk motif", paparny