Langsung ke konten utama

Dogiyai Mencekam, DPRP Diminta Seriusi Monioring

Hingga saat ini situasi Kabupaten Moanemani Kabupaten Dogiyai masih mencekam pasca tragedi berdarah 13 April lalu yang menewaskan dua warga sipil. “Situasi Moanemnai masih mencekam, sampai saat ini situasinya belum kondusif”, ujar Ketua Eknas Pepera, Selphius Bobii, Selasa (31/5) di Jayapura.

Dia mengatakan pihaknya mendesak tim gabungan DPRP yang sudah terbentuk pada tanggal 15 April 2011 agar lebih serius dan tetap melakukan monitoring ke Kabupaten Dogiyai sampai situasinya dalam keadaan kondusif. “Kami telah melakukan investigasi selama tiga minggu di Dogiyai, masyrakat sipil dalam keadaan terancam dan intimidasi,” tegasnya.

Terkait tidak nyamannya situasi di Kabupaten Moanemani, gabungan TNI dan Polri diminta tarik keluar dari daerah karena adanya kegiatan sweeping yang berlebihan kepada masyrakat sipil. Lanjutnya, walaupun tim gabungan DPRP, juga dari tim Polda Papua turun ke Dogiyai untuk memulihkan tragedi berdarah, namun sampai detik ini kondisi daerah Kabupaten Dogiyai masih mencekam. Harapan masyrakat setempat dan tim gabungan DPRP untuk menarik pasukan TNI dan Polri dari Dogiyai hanyalah tinggal harapan. Walaupun Kapolda Papua melalui Direskrim Polda dan Kapolres Nabire berjanji akan menarik pasukannya, namun sampai saat ini belum direalisasikan.

Karena belum eksodusnya pasukan tersebut dari Kabupaten Dogiyai, dinilai sangat bertentangan dengan permintaan masyarakat setempat untuk semua aparat baik TNI dan Polri menarik diri dari Kabupaten Dogiyai. “Aparat gabungan TNI dan Polri terus mengintimidasi masyarakat sipil yang berasal dari Kamuu Selatan Kabupaten Dogiyai. Namun,Tim gabungan DPRP tidak memonitoring lebih serius,” tegasnya.

Terkait perkembangan terkini di Dogiyai dan belum tuntasnya pengusutan pelaku penembakan di Moanemani, Eknas Pepera menyatakan pernyataan sikap bahwa Kapolda Papua agar segera mengusut tuntas para pelaku penembakan yang menewaskan dua orang warga sipil. Selanjutnya, Tim Gabungan DPRP yang telah dibentuk pada tanggal 15 April 2011 harus tetap melakukan monitoring ke Kabupaten Dogiyai sampai situasi dan kondisi stabil kemabali. Komnas HAM juga diminta untuk menyeriusi kasus Dogiyai dan merespon pernyataan sikap masyarakat sipil demi memberikan rasa nyaman dan keadilan serta perlindungan HAM bagi pihak-pihak korban masyarakat sipil di Dogiyai dan Tanah Papua pada umumnya. (Karolus)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Etika Budaya Kita Orang Manggarai, Pelan-Pelan Memudar?

Orangtua kita zaman dulu sangat menghargai nilai-nilai budaya yang diwariskan para leluhur. Maksudnya, nilai-nilai budaya yang dicakupi budaya itu sendiri. Budaya dari berbagai dimensinya. Di sini kita menyoroti etika yang mana di dalamnya berbicara tentang nilai moral. Berbicara tentang etika mengarahkan pikiran kita kepada sesuatu yang menjadi kelaziman bagi orang Manggarai. Misalnya, etika ‘ reis ’ alias budaya menyapa orang. Etika memanggil ‘Ite’ untuk orang yang lebih dituakan/sebutan bagi orang ‘yang’terhormat. Menyebut ‘Kraeng’ n Dalu untuk profesi seseorang. Masih banyak nila-nilai etika yang lainnya. Kearifan tersebut tampaknya kian tersayat zaman. Entah kenapa? Orang bilang ‘mungkin karena perkembangan zaman sehingga nilai-nilai kultur itu semakin tenggelam! Mungkin ini benar juga, tapi di satu sisi tergantung dari kita sendiri bagaimana mempertahankan keasliannya. Resiko abad postmodernisme demikian. Dunia semakin maju menuju budaya modern, sehingga budaya as

Penyulam Benang Dari Timor Hingga Papua

Mama Ros sedang fokus memintal benang menjadi kain selendang bermotif Insana ketika masih di Papua Tangannya yang lincah dan gesit di atas alat pemintal klasik tradisional menunjukkan ciri khasnya sebagai penenun handal. Hari-harinya yang begitu padat dengan rutinitas tenun terkadang membuatnya lupa mengurus makan siang. Tanpa disadari pula matahari sudah tenggelam di balik dinding bumi bagian barat.  Itulah gambaran mama Rosina Eno, yang biasa dipanggil mama Ros. Hari-harinya terus berjibaku dengan aktivitas pintal-memintal dengan warna-warni benang hingga menghasilkan kain berbentuk selendang. Dengan gerakan dan kelincahan jemarinya di atas alat tenun dapat menghasilkan selembaran kain selendang dalam sehari. Tidak hanya itu, tapi didukung pula dengan ketekunan dan ketelitian tingkat tinggi membuat hasil lebih sempurna. "Kain Selendang bermotif Insana dari berbagai versi bisa dibuat, asalkan ada benang. Motif apa saja saya bisa buat, intinya ada benang untuk motif", paparny

Guru SMPN 23 Senopi Kompak Pakai Masker

Kegiatan Belajar dan Pembelajaran (KBM) di SMPN 23 Senopi kabupaten Tambrauw, Papua Barat tetap terlaksana sebagaimana biasanya. Tatap muka dengan siswa/i dilaksanakan secara full time setiap pekan.   Meskipun sekolah ini terletak di daerah tergolong zona hijau, namun para guru dan dan siswa/i tetap acuh pada protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah setempat.  Selama sepekan, kegiatan KBM dilaksanakan per kelas. Hal ini untuk mengantisipasi resiko penyebaran Covid-19 yang sudah mendunia. Mengingat letak sekolah ini persis tak jauh dari jalan umum trans Papua Barat, para guru terus mewanti-wanti siswanya untuk mengurangi sosialisasi diri dengan penduduk yang terus hilir mudik ke kota.  Akses ke kota Manokwari, ibu kota Provinsi Papua Barat yang cukup lancar dengan menghabiskan waktu 3 hingga 4 jam membuat warga masyarakat yang tinggal di sekitar lembaga pendidikan ini mudah terjangkau guna mengakses kebutuhan ekonomi. Di sela-sela kunjungan tim Dinas Pendidikan kabupaten Tamb