Bahasa menyebut suatu kenyataan atau keberadaan bernama "realitas". Posisi manusia sebagai 'subyek' pengguna/pemakai bahasa melegitimasi bahasa dengan realitas. Dalam artian bahwa manusialah yang bertanggung jawab atas pemberian identitas suatu realitas. Misalnya, diberikan nama "bumi" kepada tempat yang dihuni oleh manusia dan mahluk hidup lainnya. Diberikan nama "batu" kepada benda yang sifatnya keras, tapi bisa dihancurkan dengan besi maupun sesama batu yang lebih keras.
Keputusan untuk memberikan penamaan/penyebutan terhadap realitas ada pada manusia sebagai 'subyek' untuk mengatur dan memberikan ciri khusus kepada realitas sebagai 'obyek'. Di sinilah letak bahasa sebagai sarana atau alat untuk pengidentitasan realitas.
Menurut Filsuf Plato, bahasa adalah pernyataan yang terdapat pada benak seseorang dengan menggunakan perantaraan rhemata (ucapan) serta onomata (nama benda atau sesuatu) yang merupakan gambaran ide seseorang dalam arus udara dengan melewati media, yakni mulut.
Menggarisbawahi batasan definisi bahasa yang dikemukakan oleh plato, menekankan perhatiannya pada hubungan realitas dengan unsur penamaan suatu benda. Plato memandang verbal lisan sebagai urgensitas dengan ditopang oleh alat ucap dalam mulut untuk mengeluarkan 'bunyi' yang disebut bahasa. Ringkasnya, bunyi yang dikeluarkan lewat mulut disebut bahasa. Kira-kira demikian!
Meskipun banyak para ahli konsen terhadap masalah kebahasaan. Namun, belum dapat menarik kesimpulan umum terkait pembatasan definisinya. Hal ini karena para pemikir dan ahli bahasa mempertahankan pendapatnya masing-masing.
Secara umum, bahasa dikelompokkan menjadi bahasa verbal dan non verbal. Bahasa verbal adalah bahasa yang digunakan secara lisan (ucapan mulut) dan bahasa tulisan dalam huruf-huruf. Rangkaian alfabetis (huruf-huruf) disebut juga bahasa.
Sedangkan bahasa non verbal adalah bahasa isyarat melalui gestikulasi (gerak-gerik) tubuh untuk maksud tertentu.
KBBI mendefinisikan bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.
Konteks suatu ruang interaksi mempengaruhi pengguna bahasa mengeluarkan bunyi bahasa apa saja (arbitrer). "Oe sini kau, kurang ajar"!. Contoh penggunaan bahasa seperti itu dapat dipastikan ketika ruang interaksi kurang bersahabat. Bunyinya dinyatakan dalam sistem lambang " o e s i n i k a u k u r a n g a j a r". Itulah yang disebut dengan sistem lambang bunyi bahasa tadi.
Ruang ineraksi adalah masalah realitas. Manusia yang satu berhadapan dengan manusia lain menggunakan bahasa. Entah dalam situasi bertukar cerita, diskusi, seminar, dll menggunakan bahasa. Antara interaktor yang satu dengan yang lain menggunakan bahasa untuk menyampaikan maksdud, tujuan, pengertian tertentu.
Pernah dengar perkataan orang "oe pake bahasa!". Sebetulnya, apa yang diujarkan itu juga adalah bahasa. "Memangnya mau pakai bahasa apa?! Bahasa planet ka?",.....
Ringkasnya, timbulnya bahasa adalah realitas dan situasi ruang interaksi sosial.
Tanpa bahasa, manusia seperti patung.
Selalamat membaca...
Komentar
Posting Komentar