Siswa SMPN 23 Senopi sedang mendengar arahan guru |
Menjadi guru di daerah pedalaman (pelosok) negeri bukan sesuatu yang mudah. Betul-betul mesti memiliki jiwa pengabdian, jiwa militan dan siap menerima konsekuensi apapun. Dengan prinsip "memanusiakan manusia" sebagai spirit penopang untuk tetap menjalankan tugas dan pengabdian.
Menghadapi siswa-siswi yang berada di perkampungan (pedalaman) berarti peserta didiknya memiliki latar belakang kebudayaan hampir sama alias berasal dari masyarakat homogen.
Situasi belajar dan pembelajaran di pedalaman yang jauh dari hiruk-pikuk suasana perkotaan menjadikan para guru memiliki pengalaman lebih asyik dan catatan sejarah tersendiri.
Itulah gambaran para guru yang sementara ini bertugas di SMPN 23 Senopi, kabupaten Tambrauw Papua Barat. Sekolah ini berada di sisi jalan Trans Papua Barat. Meskipun letak sekolah ini di pelosok kabupaten Tambrauw, namun setidaknya dari segi akses transportasi darat cukup lancar karena menghubungkan dua kota pusat pertumbuhan ekonomi, yakni Manokwari-Sorong.
Rata-rata warga masyarakat, pegawai instansi pemerintah yang tinggal di sekitar kompleks sekolah ini berbelanja kebutuhan ekonomi di kota Manokwari, mengingat harga barang relatif murah.
Gambaran Siswa dan Suasana Pembelajaran
Dari segi jumlah siswa, dibandingkan sekolah 2di daerah perkotaan relatif sedikit karena notabene siswa alumni dari dua hingga tiga Sekolah Dasar. Siswa yang hadir ke sekolah ini pun sekitar puluhan, apalagi pada masa pandemi ini. Namun hal yang cukup sulit dan menjadi tantangan bagi para guru adalah mengubah mindset siswa untuk lebih mudah meresapi materi pelajaran. Siswa masih kesulitan memahami materi pokok pelajaran. Hal ini dipengaruhi kebiasaan belajar masih rendah. "Bagaimana saya bisa lansung mengajar ke materi pokok kalau yang dasar-dasar saja tidak bisa", ujar Yulianti Tumandung, guru bahasa Inggris di sekolah ini.
Kebiasaan siswa menggunakan bahasa daerah setempat mempengaruhi proses belajar bahasa kedua dan ketiga. Sehingga guru yang mengajar bahasa kedua dan ketiga menjadi kesulitan dan tertantang menggunakan metode pembelajaran yang lebih tepat.
Hal serupa diakui Rosalina A. Tjiakra, guru IPA terpadu di sekolah ini. Ibu cantik berparas imut ini mengalami kesulitan menghadapi siswa-siswi saat pembelajaran berlangsung. "Usai kegiatan pembelajaran, biasanya dilakukan tes pemahaman siswa. Yang dijawab siswa tidak sesuai dengan pertanyaan", ujar Ibu yang bertubuh gempal ini. Guru pengampu pelajaran bidang IPA terpadu ini terbilang heroik, tidak saja diukur dari jarak tempat kelahirannya di Ternate dengan Papua, disisi lain jiwa militannya yang cukup tangguh menerobos daerah pedalaman Papua.
Media Pembelajaran Masa Pandemi
Pembelajaran masa pandemi covid-19 dikenal istilah Luring dan Daring. Istilah ini hanya berlaku di daerah perkotaan dimana akses internetnya cukup lancar. Di daerah pedalaman seperti Senopi, kegiatan belajar dan pembelajaran bersifat tatap muka tapi meminimalkan kehadiran siswa sesuai dengan aturan pemerintah setempat. Para guru yang mengajar di SMPN 23 Senopi tetap mengikuti panduan protokol kesehatan meskipun sekolah yang berada di lingkungan pemerintah kabupaten Tambrauw ini termasuk derah yang tidak berdampak covid-19. Berbeda dengan sekolah di perkotaan yang pelaksanaan pembelajarannya bersifat virtual.
Selama pandemi, penerapan KBM menggunakan media pembelajaran seperti white board, buku-buku pelajaran konvensional, spidol dll merupakan bagian prioritas untuk kelancaran pelaksanaan KBM. Media-media ini digunakan pula saat KBM berjalan normal alias sebelum masa pandemi menjarah sendi-sendi kehidupan.
Nah berbeda sekali dengan sekolah-sekolah di perkotaan dimana KBMnya dilakukan secara virtual dengan menggunakan sejumlah aplikasi internet.
Dari segi waktu KBM, tidak seperti kebiaasaan sekolah-sekolah di perkotaan yang cukup lama hingga jam 2 siang bahkan 3 sore. Di sekolah ini, hanya sampai jam 12 siang sesuai dengan aturan Dinas Pendidikan setempat.
Berkebun atau Berladang Adalah Skill Tambahan Guru
Didukung letaknya yang strategis, tenaga guru yang mengabdi di sekolah ini terpacu dengan kebiasaan mata pencaharian masyarakat setempat yakni berkebun, berburu, dan beternak. Daratan lembah subur yang membentang puluhan kilo mulai dari distrik (kecamatan) Kebar Timur hingga Distrik Senopi kaya dengan tanaman-tanaman para petani. Di sisi kiri-kanan ruas jalan trans Papua Barat Manokwari-Sorong tampak pemandangan perkebunan masyarakat, meskipun sebagian besarnya masih berstatus hutan adat yang masih ditumbuhi hutan rindang.
"Guru yang bertugas di sini termotivasi untuk berkebun karena tanahya subur. Yang penting rajin", ujar bapak Herman Syufi, yang saat ini menjabat Kepsek SMPN 23 Senopi.
Di tengah kesibukannya sebagai Kepala Sekolah, paruh waktunya untuk berkebun. Adapun bakat lain seperti berburu, jerat babi hutan, dan lain-lain.
"Puluhan tahun saya mengajar di tempat ini, bahkan pernah saya mengajar di SD tapi tidak pernah meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yanģ sudah menjadi bakat alam," kenang guru yang kuasa tiga bahasa ini.
Komentar
Posting Komentar