Segelas kopi setengah manis yang masih panas, sudah setengah habis. Sementara sebuah buku yang hendak kulahap masih parkir rapi di atas meja yang terbuat dari kayu besi. Sesekali mata memandang bilik bumi sebelah barat, matahari malu-malu hendak bersembunyi di balik tirainya.
Sembari seruput minuman yang sisanya setengah gelas, kucoba menjamah buku yang judulnya "Pengembaraan Kaum Ateis Dalam Mencari Tuhan". Buku kenangan dari seorang teman dari luar negeri yang dulunya mengajar di tempat kursus bahasa asing di Jayapura-Papua.
Helai demi helai kubuka, kutemukan bab pertama secara gamblang berbicara tentang kebenaran adalah Tuhan menurut kaum ateis.
"Barangkali orang-orang yang percaya Tuhan selama ini salah menilai mereka. Mereka berbicara tentang kebenaran. Mengenal hal yang baik dan buruk. Lantas agama yang saya yakini pun berbicara tentang Tuhan yang adalah kebenaran", batinku.
Sementara masih terpaku di kursi tua, pelan-pelan kumenutup lembar demi lembar buku yang masih tergenggam erat di jemari. Berpikir bahwa sudah mendapat gambaran sedikit Siapa Pencipta menurut kaum ateis menurut pemahamannya.
"Ya memang agamawan memvonis mereka tidak percaya Tuhan. Tapi, dalam prakteknya tidak mungkin lebih baik dari mereka", gumamku dalam kalbu.
Angin sejuk terus berhembus perlahan dari arah rimba di samping gubukku. Menusuk pori-pori hingga terus ke bagian kepala dan ubun-ubun. Rasa kantuk terusir seketika usai jeda melahap isi buku yang gaya tulisannya rada-rada sulit dipahami. Tapi beruntung, saya fokus hingga isinya terlahap habis.
Sementara belum beranjak dari tempat duduk yang sandarannya miring ke belakang, tumben pikiranku disadarkan siulan burung-burung. Hinggap di ranting-ranting dedaunan. Sesekali berkejar-kejaran mengitari gubuk tua kediamanku.
Seketika memandang ke langit, tampak mega berarak-arakan menyambut butiran-butiran air yang hendak menjadi hujan. Pertanda sebentar lagi bumi akan basah hingga ke ujung batas hamparan titik horizon.
"Ya, alam dan cakupannya adalah realitas. Disanalah jemari Tuhan menyematkan karyanya", kalbu menyadarkanku.
Komentar
Posting Komentar