Siapapun tidak bisa menebak perjalanan hidup ke depan seperti apa dan bagaimana. Nasib untung dan malang menjadi misteri yang tidak bisa disingkap pengetahuan apapun. Yang kita ketahui sebatas masa lalu, hari kemarin, dan sesuatu yang sudah lewat di hari ini. Itulah yang disebut pengalaman hidup.
Pengalaman hidup yang tidak meyenangkan usia-usia remaja membuatnya bangkit dan gairah menapaki perjalanan hidup selanjutnya. Itulah gambaran hidup bos pengusaha lebur besi, Rafael Jatong, yang sementara ini berdomisili di ibukota negara, Jakarta.
Dirinya mengisahkan lika-liku hidup yang membuatnya bangkit dari keterpurukan secara ekonomi. Apalagi tinggal di kota besar semisal Jakarta butuh keterampilan dan hidup penuh persaingan di semua lini kehidupan. "Secara akademik, saya tidak sampai sekolah tingkat menengah. Bahkan pernah putus sekolah karena kendala biaya. Tapi saya terus berusaha dengan berbagai cara untuk tetap hidup tinggal di kota besar", ujar laki-laki yang beristri Mandarin ini.
Pria yang lahir tahun 1980-an di kampung Teno-Kolang, Manggarai Barat, Flores ini mengisahkan riwayat hidupnya sewaktu tinggal di kota dingin Ruteng, sebelum menjejakkan kakinya di kota Metropolitan.
"Saat itu saya bermaksud melanjutkan pendidikan di kota Ruteng. Tapi spontan saya berniat menjadi kondektur. Akhirnya saya punya sedikit keterampilan dan modal sewaktu saudara saya panggil ke Jakarta. Yang rencananya mau lanjutkan lagi sekolah karena sudah putus sekolah di Ruteng", tuturnya.
Dirinya mengaku pernah menjadi ngamen sebelum memutuskan kerja di tempat peleburan besi. "Kakak saya tidak sanggup biayakan saya sekolah. Jadi terpaksa saya cari cara untuk cari kerja dan hidup mandiri. Terus memilih ngamen, bergabung dengan para gembel. Yang penting bisa makan", kenang pria berambut ikal dan punya satu momongan ini.
Bahkan menurutnya, selama hidup mengamen tidak semudah apa yang dikatakan orang. Mendapat todongan senjata, ditendang dengan sepatu oleh aparat Kepolisan adalah hadiah pahit selama hidupnya mengamen. "Sesama teman ngamen ajak saya minum. Karena kemabukan kadang tidur di jalan sampe pagi. Sudah tidak sadar lagi", paparnya.
Sadar dari nasib ketidakberuntungan ini membuatnya keluar dari dunia ngamen. Setidaknya memiliki teman baik di luar ngamen sebagai peluang untuk mencari pekerjaan lain. "Akhirnya saya bekerja di tempat peleburan besi. Awalnya saya minta untuk tidak digaji oleh majikan. Tapi rupanya bos tidak tega, terus diputuskan gaji RP.300.00, 00 per bulan. Ya syukurlah, yang penting bisa makan minum", lanjutnya.
Berawal dari tukang peleburan besi sambil belajar mengolah menjadi bahan baku bukan suatu pekerjaan yang mudah karena benar-benar butuh ketelitian dan perhatian tingkat dewa. "Kerja sambil timba ilmunya. Lama-lama sudah menjadi terbiasa dan mahir. Lalu saya putuskan untuk buka usaha sendiri. Setelah pekerjaan ditangani sendiri dan merasa usaha sudah lancar, saya rekrut karyawan", tukasnya.
Di tengah hidup persaingan di kota besar, dirinya mengaku terus memompa semangat karyawan dan memotivasi mereka dengan cara hidupnya sebagai tangga menuju sukses. Baginya sukses harus dilewati melalui jalan penuh terjal. Penuh lika-liku, aral melintang penuh tantangan.
Komentar
Posting Komentar