Lekas setelah keluarga Enu mengakhiri acara wuat wa,i (acara perpisahan untuk melepaspergikan seseorang ke suatu tempat), wajah sang ibu terlihat sembab. Sesekali mengusap wajahnya dengan telapak tanganya yang sudah keriput termakan usia. "Ende emo retang ga (mama berhenti sudah menangis). Toem nais aku ona tana mbeong (saya tidak lama di tempat perantauan)", ujar Enu kepada sang Ibu bernada membujuk.
Namun, rupanya tangisan sang ibu sebagai tanda tak tega ketika melihat anak gadisnya pergi ke tempat perantauan jauh. Apalagi seorang gadis yang baru lulusan SMA.
"Aku ga toem sanggup (hidupku sudah tidak sanggup melihat keadaan). Kamu bukan laki-laki", kata sang mama meyakinkan Enu dengan nada terbata-bata.
Enu masih tetap masih berkeras hati untuk mencapai apa yang menjadi niat dan impiannya. Enu tetap kuat pada pendiriannya, berpegang pada prinsip dan komitmen.
Setelah acara wuat wa,i, keluarga Enu masih duduk berkumpul untuk duduk bicara menyangkut perjalanan hidup dan nasib Enu kedepannya. Sekedar mengalih topik pembicaraan, keluarga Enu menguatkan sang mama dengan kata-kata pujian dan mengartikan tempat perantaun sebagai arena perubahan nasib.
Setelah melihat ibu jeda dari isak tangis, Enu menyiapkan barang-barang karena keesokan harinya meninggalkan pelabuhan Labuan Bajo menuju ke tempat perantauan yang Enu rahasiakan.
Sebelumnya Enu berkenalan dengan seseorang di facebook yang jati dirinya belum kenal dalam pergaulan sehari-hari. Alih-alih si Enu berkata kepada ibu dan keluarganya pergi ke tempat perantauan untuk bekerja sambil kuliah. Inilah modus alias modal dusta Enu untuk sang mama.
Pukul 06.00 WITA, Enu diantar sang Ibu menuju pelabuhan Labuan Bajo. Meskipun dalam keadaan kekurangan biaya ongkos ojek, Ibu Enu tampak tak tega jika putri semata wayangnya pergi meninggalkannya begitu saja.
Ibu Enu adalah petani tulen. Perputaran uang kala musim panen kemiri tiba. Itupun kalau waktu musimnya bagus. Kalau saat paceklik dera menderita.
Bunyi klakson KM. Leuser bernada telolet sudah ketiga kalinya, pertanda Enu akan segera meninggalkan pelabuhan Labuan Bajo menuju tempat yang ditujuinya.
"Aduh kenapa saya tidak terus terang saja ke mama. Padahal orang di facebook yang menjanjikan saya pekerjaan sambil kuliah belum tentu pasti", pikir Enu sambil melambaikan tangannya ke arah sang mama yang masih enggan beranjak.
Setelah Enu tiba di kota tujuannya, berkali-kali-kali menghubungi nomor HP teman fecebook yang menjanjikannya pekerjaan untuk menjemputnya di pelabuhan. Nomor yang dituju di luar jangkauan dan tidak dapat dihubungi.
Enu hanya mondar-mandir di pelabuhan selama sekian hari setelah kakinya menginjak daerah yang masih asing baginya. Bahkan berminggu-minggu nomor HP yang katanya teman facebook Enu saat dihubungi tidak aktif.
"Adu Tuhan ata co kaku ga (aduh Tuhan kenapa saya begini)", kesal Enu sambil bingung tidak tahu mau buat apa ketika pertama kali menginjak kaki di kota besar.
Komentar
Posting Komentar