Langsung ke konten utama

Dinamika Siswa di Daerah Pedalaman

Sebagaimana di daerah lain di seantero pelosok negeri, peserta didik memiliki kerinduan mendapatkan hal yang baru (ilmu pengetahuan) ketika berada di lingkungan pendidikan. Siswa/i di lingkungan pendidikan daerah pedalaman terkenal cukup 'welcome' (ramah) baik terhadap guru maupun terhadap sesama siswa. Hal ini disebabkan karena pengaruh budaya asli masih tertata apik alias belum dirasuki pengaruh dari luar. Sentuhan-sentuhan budaya modern belum menggurat bagi peserta didik yang ada di pelosok negeri. 

Distrik (kecamatan) Senopi termasuk kategori wilayah pedalaman. Meskipun berada di jalur lintasan jalan trans Papua Barat, namun dari sejumlah aspek belum tampak seperti daerah yang layak disebut sebagai 'kota'. Distrik ini termasuk wilayah administratif di kabupaten Tambrauw, provinsi Papua barat dimana di dalamnya memiliki sejumlah lembaga pendidikan mulai dari PAUD, TK, SD hingga SMP.  

Di daerah ini, spontan setelah jam sekolah usai, anak-anak sekolah terlihat begitu akrab dengan alamnya. Bermain main-main di kali, memancing ikan, berburu, memanah binatang hutan adalah kesibukan mereka yang seolah-olah sudah menjadi kebutuhan. 

Biasanya anak-anak usia SD, setidaknya ketika melihat aktivitas mereka setiap hari, memiliki daya tarik tersendiri. Tanpa banyak kompromi, lekas sepulang sekolah mereka berjalan bergerombolan menuju ke tempat mereka yang paling disukai. Mulai dari kali Kamundan hingga kali Ambuak adalah tempat favorit sekaligus langganan mereka melempiaskan persahabatan dengan alam. 

Kalau anak-anak siswa di perkotaan barangkali ke toko, mall, pasar atau semacam tempat keramaian untuk melepaskan rasa bosan. 

Khusus anak-anak usia Sekolah Dasar, mereka memiliki kerinduan untuk bergabung dengan siswa/i SMP. Hal ini diketahui dari cara dan tingkah laku mereka terutama ketika siswa/i SMP mengadakan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler saat hari seremonial besar semisal 17 Agustus.

Wajah-wajah lugu siswa/i Sekolah Dasar tampak menjejaki ruas lingkungan SMPN 23 
Senopi ketika siswa/i sedang berkegiatan ekstrakurikuler. "Anak-anak SD punya kerinduan untuk bergabung dengan anak-anak SMP karena ingin mendapatkan suasana dan hal yang baru", tutur Maria Sofia Maumabe, guru IPS di SMPN 23 Senopi.

Menurutnya, terkait masalah akademik, anak-anak siswa Sekolah Dasar perlu dibekali dengan baik agar tidak menjadi persoalan bagi guru-guru SMP. Guru yang mengajar di SD perlu menuntaskan pengetahuan dasar bagi siswanya agar nantinya ketika melanjutkan pendidikan menengah tidak menjadi persoalan. 

"Bila perlu anak-anak yang nilainya tidak tuntas, tidak boleh naik kelas. Apalagi masalah literasi yang seharusnya menjadi tugas pokok guru-guru SD", ujarnya. 

Guru SMPN 23 Senopi, Maria Sofia Maumabe mengarahkan anak-anak SD untuk berlatih yel-yel


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Etika Budaya Kita Orang Manggarai, Pelan-Pelan Memudar?

Orangtua kita zaman dulu sangat menghargai nilai-nilai budaya yang diwariskan para leluhur. Maksudnya, nilai-nilai budaya yang dicakupi budaya itu sendiri. Budaya dari berbagai dimensinya. Di sini kita menyoroti etika yang mana di dalamnya berbicara tentang nilai moral. Berbicara tentang etika mengarahkan pikiran kita kepada sesuatu yang menjadi kelaziman bagi orang Manggarai. Misalnya, etika ‘ reis ’ alias budaya menyapa orang. Etika memanggil ‘Ite’ untuk orang yang lebih dituakan/sebutan bagi orang ‘yang’terhormat. Menyebut ‘Kraeng’ n Dalu untuk profesi seseorang. Masih banyak nila-nilai etika yang lainnya. Kearifan tersebut tampaknya kian tersayat zaman. Entah kenapa? Orang bilang ‘mungkin karena perkembangan zaman sehingga nilai-nilai kultur itu semakin tenggelam! Mungkin ini benar juga, tapi di satu sisi tergantung dari kita sendiri bagaimana mempertahankan keasliannya. Resiko abad postmodernisme demikian. Dunia semakin maju menuju budaya modern, sehingga budaya as

Penyulam Benang Dari Timor Hingga Papua

Mama Ros sedang fokus memintal benang menjadi kain selendang bermotif Insana ketika masih di Papua Tangannya yang lincah dan gesit di atas alat pemintal klasik tradisional menunjukkan ciri khasnya sebagai penenun handal. Hari-harinya yang begitu padat dengan rutinitas tenun terkadang membuatnya lupa mengurus makan siang. Tanpa disadari pula matahari sudah tenggelam di balik dinding bumi bagian barat.  Itulah gambaran mama Rosina Eno, yang biasa dipanggil mama Ros. Hari-harinya terus berjibaku dengan aktivitas pintal-memintal dengan warna-warni benang hingga menghasilkan kain berbentuk selendang. Dengan gerakan dan kelincahan jemarinya di atas alat tenun dapat menghasilkan selembaran kain selendang dalam sehari. Tidak hanya itu, tapi didukung pula dengan ketekunan dan ketelitian tingkat tinggi membuat hasil lebih sempurna. "Kain Selendang bermotif Insana dari berbagai versi bisa dibuat, asalkan ada benang. Motif apa saja saya bisa buat, intinya ada benang untuk motif", paparny

Guru SMPN 23 Senopi Kompak Pakai Masker

Kegiatan Belajar dan Pembelajaran (KBM) di SMPN 23 Senopi kabupaten Tambrauw, Papua Barat tetap terlaksana sebagaimana biasanya. Tatap muka dengan siswa/i dilaksanakan secara full time setiap pekan.   Meskipun sekolah ini terletak di daerah tergolong zona hijau, namun para guru dan dan siswa/i tetap acuh pada protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah setempat.  Selama sepekan, kegiatan KBM dilaksanakan per kelas. Hal ini untuk mengantisipasi resiko penyebaran Covid-19 yang sudah mendunia. Mengingat letak sekolah ini persis tak jauh dari jalan umum trans Papua Barat, para guru terus mewanti-wanti siswanya untuk mengurangi sosialisasi diri dengan penduduk yang terus hilir mudik ke kota.  Akses ke kota Manokwari, ibu kota Provinsi Papua Barat yang cukup lancar dengan menghabiskan waktu 3 hingga 4 jam membuat warga masyarakat yang tinggal di sekitar lembaga pendidikan ini mudah terjangkau guna mengakses kebutuhan ekonomi. Di sela-sela kunjungan tim Dinas Pendidikan kabupaten Tamb